Mengenai Saya

Foto saya
Saya seorang yg ingin belajar terus menerus..karena dulu ayah saya bilang tuntutlah ilmu setinggi langit..(weks gak nyambung..),Suka dengan Hal2 yg baru, Otomotif, Komputer&internet.

Cari Uang Gratis!! Disini Tempatnya!!!

ThinkBux.com! DonkeyMails.com: No Minimum Payout

Kamis, 19 Juni 2008

Pertamina Lamban Serap Bahan Bakar Nabati

Jakarta-RoL -- Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Timnas PBBN) menilai Pertamina lamban menyerap Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioethanol dan biodiesel untuk campuran bahan bakar minyak (BBM).

"Apabila Pertamina mau menyerap BBN lebih banyak lagi maka akan dapat mengurangi beban subsidi BBM, sehingga mengurangi beban pemerintah," kata Ketua Timnas PBBN, Al Hilal Hamdi dalam Diskusi Peranan Teknologi dalam Pengembangan Bio-energi di Jakarta, Kamis (24/4).

Dia mengungkapkan, BBN yang diserap Pertamina belum optimal karena masih terlalu kecil sekitar 2-3 persen, bahkan sekarang akan diturunkan lagi sekitar 1 persen untuk biodiesel, sedangkan untuk bioethanol 5 persen.

"Saya agak kecewa dengan Pertamina karena lamban sekali mengantisipasi ke depan, tidak memberikan sinyal yang positif untuk industri dan untuk pertanian," katanya.

Al Hilal Hamdi mengungkapkan, pola pembelian BBN oleh Pertamina secara bulanan, sehingga tidak ada kepastian, berbeda dengan yang dilakukan di India.

Menurut dia, jika pembelian dilakukan dengan membuat kontrak selama satu tahun dengan jumlah sekian ton maka akan banyak industri ethanol yang langsung "deal".

Dikatakannya, investor yang masuk dari luar untuk pengembangan BBN di tanah air sangat besar, seperti dari RRC Cinopex dan Korea Selatan, sedangkan dari AS dan Taiwan baru akan masuk.

Sementara investor dari dalam negeri kebanyakan masuk ke sawit karena mereka lebih memahami sawit dari pada bahan baku lainnya seperti singkong, jarak pagar maupun tebu.

Investasi tahun 2008 seperti dari BUMN, yang sudah dialokasikan oleh perbankan lebih dari Rp 5 triliun untuk pendanaan di daerah Nusa Tenggara Timur, Banyuwangi Jawa Timur, Garut Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan investasi asing mencapai total diatas 10 miliar dolar AS.

Menyinggung produksi ethanol dalam negeri, menurut dia, tahun 2008 diperkirakan mencapai 400 ribu kilo liter yang terdiri dari ethanol untuk industri dan ethanol untuk bahan bakar.

Kapasitas terpasang untuk bahan bakar sekitar 130 ribu kilo liter, namun hampir sebagian besar industri ethanol mengekspor produknya, karena Pertamina hanya sedikit menyerap, sekitar 5.000 kilo liter pada 2007.

"Kalau tidak ada langkah langkah untuk mempercepat program pengembangan bioethanol itu, kita akan semakin berat dari waktu ke waktu," katanya.

Apalagi sekarang harga minyak mentah sudah mencapai 115 dolar AS per barel, dan sudah ada kepastian bahwa harga minyak fosil tidak akan turun di bawah harga 90-100 dolar AS per barel.

"Jadi kita harus bisa mengambil langkah ke depan membayangkan harga minyak itu sekitar US$ 150 per barel, " ujarnya.

Menurut dia, untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak yakni dengan menggunakan bahan bakar yang berbasis pada pertanian, yaitu bahan bakar nabati seperti bioethanol dan biodiesel yang berbahan baku tebu.

Hilal menyatakan, kedua bahan bakar nabati tersebut memiliki titik impas atau "break even pointnya" pada level 40-50 dolar AS per barel. Artinya jenis bahan bakar ini lebih murah hal itu terlihat pada harga bioethanol di pasar internasional sekitar Rp 5.500 per liter.

Sumber : Republika Online

2 komentar: